Mari kita perhatikan ayat berikut bagaimana cara beribadah orang-orang dahulu :
قَالُوْا نَـعْبُدُ اَصْنَامًا فَنَظَلُّ لَهَا عٰكِفِيْنَ
"Mereka menjawab, "Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya."(QS. Asy-Syu'ara': Ayat 71).
قَالَ هَلْ يَسْمَعُوْنَكُمْ اِذْ تَدْعُوْنَ
"Dia (Ibrahim) berkata, "Apakah mereka mendengarmu ketika kamu berdoa (kepadanya)?,"(QS. Asy-Syu'ara': Ayat 72)
اَوْ يَنْفَعُوْنَكُمْ اَوْ يَضُرُّوْنَ
"atau (dapatkah) mereka memberi manfaat atau mencelakakan kamu?""(QS. Asy-Syu'ara': Ayat 73)
قَالُوْا بَلْ وَجَدْنَاۤ اٰبَآءَنَا كَذٰلِكَ يَفْعَلُوْنَ
"Mereka menjawab, "Tidak, tetapi kami dapati nenek moyang kami berbuat begitu."(QS. Asy-Syu'ara': Ayat 74)
Ayat ini memberi gambaran bagaimana mindset beragama, Alhamdulillah kita masih terjaga dalam keyakinan tauhid sebagai fitrah kita karena bimbingan orangtua, yang perlu kita fikirkan apakah cukup sampai disini cara beragama kita, kita diajak berproses, berpikir untuk taat bukan karena nenek moyang kita. Jadi jangan cepat-cepat mengatakan saya sudah beragama atau saya sudah beriman. Islam adalah agama yang logic tidak membuat sempit dan membuang belenggu atau beban yang ruwet seperti orang-orang terdahulu, peganglah kuat-kuat Al-Quran.
اَ لَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الْاُمِّيَّ الَّذِيْ يَجِدُوْنَهٗ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرٰٮةِ وَالْاِنْجِيْلِ ۖ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهٰٮهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبٰۤئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَالْاَغْلٰلَ الَّتِيْ كَانَتْ عَلَيْهِمْ ؕ فَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِهٖ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَ اتَّبَـعُوا النُّوْرَ الَّذِيْۤ اُنْزِلَ مَعَهٗ ۤ ۙ اُولٰۤئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Tafsir Al-Jalalain:
"(Yaitu orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi) yaitu Nabi Muhammad saw. (yang namanya mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka) lengkap dengan nama dan ciri-cirinya (yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik) dari apa yang sebelumnya diharamkan oleh syariat mereka (dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk) yaitu bangkai dan lain-lainnya (dan membuang dari mereka beban-beban) maksud tanggungan mereka (dan belenggu-belenggu) hal-hal yang berat (yang ada pada mereka) seperti bertobat dengan jalan membunuh diri dan memotong apa yang terkena oleh najis. (Maka orang-orang yang beriman kepadanya) dari kalangan mereka (memuliakannya) yaitu menghormatinya (menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya) yakni Alquran (mereka itulah orang-orang yang beruntung)." (QS. Al-A'raf: Ayat 157).
Demikianlah Al-Qur'an mengajak kita menjadi orang yang cerdas, merubah pola pikir, merubah taqlid membabi buta.
Apabila
dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah
dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang
kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang
mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan
tidak (pula) mendapat petunjuk?. (Al-Maidah:104).
Mereka menjawab: "Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasehat atau tidak memberi nasehat, agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu. (Asy Sua'ra:136-137).
Berpegang kepada tali (agama) Allah, maksudnya Al-Qur’an sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
اَلْقُرْانُ حَبْلُ اللهِ اْلمَتِيْنُ. لاَ تَنْقُصُ عَجَائِبُهُ وَ لاَ يَخْلَفُ عَلَى كَثْرَةِ الرَّدّ، مَنْ قَالَ بِهِ صَدَقَ وَ مَنْ عَمِلَ بِهِ رَشَدَ وَ مَنِ اعْتَصَمَ بِهِ هُدِيَ اِلىَ صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ. تفسير الكشاف 1: 306
Al-Qur’an itu merupakan tali Allah yang kuat, keajaibannya tidak pernah habis dan tidak membosankan sekalipun banyak yang diulang-ulang. Barangsiapa berkata dengannya, benarlah dia. Dan barangsiapa mengamalkannya, mendapatkan bimbingan. Dan orang yang berpegang teguh padanya mendapat hidayah ke jalan yang lurus. [Tafsir Al-Kasyaaf juz 1, hal. 306]
Dalam Al-Qur’an Allah SWT menyebutkan :
وَ اَنَّ هذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ، وَ لاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِه، ذلِكُمْ وَصّيكُمْ بِه لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ. الانعام: 153
Dan bahwa (Al-Qur’an) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu Kami washiyatkan kepadamu, agar kamu bertaqwa.
[QS. Al-An’aam : 153]
Demikian juga bila cara beragama kita hanya berdasarkan pendapat atau tingkah laku ulama kita, guru kita. siapa saja dan dari mana saja entah dia raja atau rakyat jelata (taqlid buta) dalam hal menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh
Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah atau bahkan seakan-akan menjadikan Tuhan yang bisa memberikan manfaat dan mudharat berarti kita memiliki sifat mindset yang sama dengan orang-orang dahulu.
اِتَّخَذُوْۤا اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ ۚ وَمَاۤ اُمِرُوْۤا اِلَّا لِيَـعْبُدُوْۤا اِلٰهًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ؕ سُبْحٰنَهٗ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
"(Mereka menjadikan orang-orang alimnya) dimaksud adalah ulama-ulama Yahudi (dan rahib-rahib mereka) para pendeta Nasrani (sebagai tuhan selain Allah) karena para pengikut agama Yahudi dan Nasrani mengikuti mereka dalam hal menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh-Nya (dan juga mereka mempertuhankan Almasih putra Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan) oleh kitab Taurat dan kitab Injil mereka (melainkan hanya menyembah) maksudnya mereka disuruh supaya menyembah (Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia, Maha Suci Allah) lafal subhaanahu mengandung arti menyucikan Allah (dari apa yang mereka persekutukan)."
(QS. At-Taubah: Ayat 31)
Dengan demikian dalam beragama jangan melihat "siapa yang mengatakan" tapi lihat "apa yang dikatakan", Al-Quran yang akan membawa kita jalan yang jelas dan lurus, tidak terombang-ambing oleh banyak sedikitnya orang, siapa yang bilang tapi dasar hukum yang dipegang, dan semua itu didapat hanya dengan mengkaji Kitabullah, menghadiri majlis-majlis ilmu.